Halaman

Selasa, 12 Januari 2021

Pandemi oh Pandemi

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Ublog (UNPAR BLOG) yang diadakan oleh Universitas Katolik Parahyanga (www.unpar.ac.id) dalam rangkaian Lomba Dies Natalis Unpar ke-66.


Siapa ya yang nyangka tahun 2020 akan jadi tahun yang gak terlupakan oleh kita semua?


Berawal dari wabah virus nun jauh di belahan China sana sejak bulan Desember 2019, eh ternyata tiga bulan kemudian, tepatnya di bulan Maret 2020, kita juga dihampiri sama virus ini. Gak pernah terbayang oleh saya, kita akan mengalami yang namanya pandemi dari penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Sars-CoV-2 atau yang kita kenal dengan nama virus Corona.

Banyak dari kita yang mendapat "kejutan" yang nano-nano rasanya selama pandemi berlangsung (termasuk rencana pernikahan saya yang mengalami perubahan lumayan drastis). Namun yang paling membuat saya sedih adalah, banyak sekali pukulan di segmen ekonomi pada berbagai lapisan. Mulai dari menurunnya penghasilan penjual karena sepi pelanggan, dipotongnya gaji/tunjangan bagi karyawan, hilangnya pekerjaan akibat PHK karena perusahaan tidak sanggup lagi menyokong pegawainya, sampai ditutupnya berbagai gerai dan toko di pusat perbelanjaan karena profit yang tidak dapat menutup biaya operasional.

Baru kali ini saya melihat bahwa betul, manusia memang tidak pernah ada dalam posisi aman. Sebanyak apapun hartanya, setinggi apapun jabatannya, bisa saja "goyah" dalam menghadapi ketidakstabilan sembilan bulan belakangan ini. Mulai dari pelaku usaha kecil sampai pemilik bisnis besar, semua terkena dampak pandemi. Mereka yang diharap bisa membantu, ternyata tidak jarang juga sedang terengah-engah membantu dirinya sendiri. Lalu kepada siapa kita berharap pertolongan selain Tuhan (karena kalau mengharap ke pemerintah, haduuh... bukan skeptis, tapi bansos saja dikorupsi toh)?

Terlepas dari berbagai emosi yang menghampiri di kala pandemi, lama kelamaan kita berdamai juga dengan keadaan. Berdamai itu bukan artinya pasrah lho ya, tapi lebih kepada mencari cara supaya tetap waras dan bertahan. Banyak hal yang berubah dan memaksa kita untuk beradaptasi. Mulai dari perubahan kebiasaan, aktivitas, hingga mengolah anggaran belanja. Kita juga mulai sering melihat teman-teman (bahkan mungkin kita sendiri), memulai usaha kecil sebagai ikhtiar untuk menunjang hidup. Saya sendiri dan suami juga memulai dua usaha baru (foto produk dan menjual makanan). Semua ini saya rasa kita lakukan karena kita ingin bertahan.

Saat ini jugalah saya akhirnya bisa melihat bahwa manusia benar-benar makhluk sosial yang butuh sesamanya. Bukan hanya soal hidup bersama, tapi menyokong hidup sesama juga menjadi kebutuhan kita. Betapa baiknya Tuhan memberi kita kreativitas dalam berbagai hal, termasuk dalam mencari cara untuk menolong sesama. Kalau waktu kecil saya sebatas paham bahwa orang yang berkecukupan sepatutnya membantu orang yang berkekurangan, saat dewasa saya baru mengerti bahwa definisi cukup dan kurang punya arti yang luas dalam kalimat tersebut.

Berkecukupan tidak selalu berarti kaya harta, namun bisa berarti kaya simpati dan empati. Hanya mereka yang punya keinginan untuk meringankan beban saudaranya yang akan 'dicukupkan' oleh Tuhan. Terlepas dari ada tidaknya kekayaan di kantung mereka, niat membantu selalu akan memberi jalan untuk mereka. Begitu pun kata kurang, bukan berarti kurang kaya harta melainkan kurang simpati dan empati yang mungkin membuat mereka memilih tidak peduli. Di sinilah solidaritas kita akan terlihat.

Namun demikian, manusia memang berhak memilih mau seperti apa hidupnya. Saya tidak akan menghakimi siapapun, karena toh saya juga gak tahu cerita di balik hidup mereka. Yang saya bisa lakukan di sini hanya mengajak siapapun yang baca untuk sama-sama membangun solidaritas untuk membantu sesama. Bentuknya seperti apa? Wah, ada sejuta cara untuk membantu sesama. Beberapa di bawah ini adalah yang sudah saya lihat kita lakukan bersama-sama selama pandemi.

1. Donasi Bersama.

Di awal pandemi saya ingat beberapa influencer mengajak untuk berdonasi, salah satunya Rachel Vennya yang membuka donasi untuk penyediaan APD bagi tenaga kesehatan. Saya sangat mengapresiasi ifluencer yang punya good influence seperti ini. Apalagi channel donasinya memungkinkan siapa saja untuk berdonasi mulai dari nominal kecil seperti Rp. 10.000,-. Ini bukti bahwa kita tidak perlu kaya harta untuk berderma.

Sumber gambar: kompas.com

2. Traktir Driver Ojol dengan Makanan/Sembako.

Saat aturan PSBB mulai melarang ojol untuk mengangkut penumpang, saya yakin pendapatan driver langsung turun drastis. Mereka harus mengandalkan pesanan antar makanan atau kirim barang. Saat itulah beberapa influencer juga mengajak followersnya untuk melakukan beberapa hal seperti membelikan makanan lewat gofood (order gofood tapi makanannya untuk driver) atau membelikan sembako lewat goShop.

Buat saya ini heartwarming sekali. Banyak yang cerita kalau drivernya berulang kali mengucap syukur dan terima kasih, karena mungkin belum makan atau jadi bisa membawakan makanan untuk keluarganya di rumah. Buat kita itu mungkin uang yang tidak seberapa, tapi buat orang lain bisa jadi itu penyambung hidup mereka. It means a lot to them.

3. Tetap Berbelanja.

Yup, betul! Buat yang punya hasrat belanja yang sering menggelora, ternyata kalian punya andil dalam turut membantu sesama. Saya pernah baca kalau kunci stabilitas ekonomi sederhananya adalah perputaran roda ekonomi. Artinya uang berputar setiap hari antara penjual dan pembeli di seluruh lapisan masyarakat. Menurut Ligwina Hananto (Founder QM Financial), ini akan menghindari negara kita dari resesi berkepanjangan. Tentu dengan catatan ya, bahwa kondisi finansial kita aman dan gak membuat kita bangkrut.

Belanja di warung kecil sebelah rumah atau di minimarket/supermarket besar, menurut saya sama baiknya. Di warung kecil kita bantu pelaku UMKM, di minimarket/supermarket kita bantu semua karyawan yang ada di sana untuk tetap punya pekerjaan. Begitu juga dengan beli makanan di kios kecil atau restoran. Semuanya sama-sama punya andil membantu.

4. Beli Dagangan Teman.

Sedikitnya sebulan sekali atau dua kali, boleh lho kita beli dagangan punya teman kita (apalagi kalau ternyata barangnya bermanfaat atau dibutuhkan). A simple act like this help them to survive.

5. Memutus Rantai Penyebaran COVID-19 dengan Mematuhi Protokol Kesehatan.

Siapa yang bilang kalau membantu dan menunjukan solidaritas kepada sesama itu harus selalu berbentuk uang? Salah dong. Karena dengan menjaga diri dan orang lain lewat perilaku kita yang patuh protokol COVID-19, buat saya sudah termasuk membantu orang-orang.

Inget gak di awal pandemi kita sama-sama mengamini bahwa cara terbaik melewati semuanya adalah terus menjaga kurva infeksi tetap rata, tidak melonjak naik. Supaya kita bisa sama-sama selamat melalui sampai akhir.

Sumber: Youtube simpleshow

Namun seiring berjalannya waktu, kita lupa. Kita lalai. Makin banyak dari kita yang malas memakai masker, berkumpul-kumpul dengan teman, dan tidak melakukan social distancing. Padahal menurut saya ini cara tergampang kita untuk membantu. Membantu siapa? Mereka yang rawan dan beresiko tinggi terhadap komplikasi penyakit dan kematian jila terkena COVID-19, mereka yang butuh perawatan medis rutin seperti kemoterapi dan cuci darah setiap minggu/bulannya di faskes yang rawan penuh, dan para tenaga kesehatan yang waktu dan tenaganya terbatas untuk membantu kita jika kita sakit.

Satu tindakan yang gampang sekaligus sulit ya untuk kita lakukan?

***

Kurang lebih itu sih yang bisa kita lakukan. Menurut saya cara-cara di atas ini cenderung sederhana dan mudah untuk kita lakukan, gak perlu uang berjuta-juta untuk diwujudkan, asal kita punya kemauan untuk membantu sesama. Asal kita punya hati yang "cukup". Cukup peduli sama orang lain dan gak lalai sama kewajiban kita untuk sesama. Pertanyaannya hanya satu, apakah kita mau?

Semoga kita selalu diberi Tuhan hati yang lapang untuk memberi ya, teman-teman. Thank you for reading all this, stay happy and healthy!


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Ublog (UNPAR BLOG) yang diadakan oleh Universitas Katolik Parahyangan (www.unpar.ac.id)  dalam rangkaian Lomba Dies Natalis Unpar ke-66.

#unpar #diesunpar66 #ublog #blog

Jumat, 08 Januari 2021

I'm Back (Maybe?)

Setelah berhenti menulis di blog sejak tahun 2014 akhirnya saya balik lagi. 

Haha, 6 tahun lebih saya males nulis. Apa ya penyebabnya (selain rasa malas tentunya)? Mungkin dengan kemajuan tekonologi dan kemudahan dalam mengaksesnya, saya jadi punya banyak distraksi untuk menulis, ya. Sekarang ada instagram dan twitter, sosmed di mana saya bisa menumpahkan pemikiran singkat saya sampai beberapa kali dalam sehari (akhirnya gak butuh satu postingan khusus untuk menuangkan kata). Juga ada aplikasi dengan hiburan seperti Netflix, Gramedia Digital, Youtube, Spotify dan lain-lain yang membuat saya bisa mencari kesenangan selain menulis (duh) saat suntuk. Intinya memang saya gak meluangkan waktu aja sih untuk nulis.

Anyway, dalam 6 tahun ini sudah buanyaaaak sekali yang terjadi. Saya sudah lulus dari perkuliahan (yeay, no more student routine!). Saya juga sempat bekerja selama 1 tahun menjadi guru SD dan 3 tahun menjadi tutor di bimbingan belajar. Lalu saya juga sudah menikah tahun lalu (hehe). Tentu banyak detail lain yang terjadi di kehidupan saya, hanya sepertinya 3 itu aja deh yang jadi highlight selama 6 tahun terakhir.

Oh iya, sejak 2-3 tahun lalu saya juga mulai sedikit parno untuk membagikan detail dan identitas diri di internet karena banyak sekali modus kejahatan yang berawal dari pencurian data. Makanya beberapa tahun belakangan saya menyembunyikan blog ini dari pencarian publik. Begitulah.

Sekarang saya pikir saya akan mulai menulis lagi. Sejak menikah saya berhenti bekerja di luar rumah dan memulai usaha makanan bersama suami. Terus terang kadang saya merasa otak saya kurang tantangan untuk berpikir (haha). Maka, saya akan mencoba menulis lagi supaya ilmu saya gak tumpul.

Please wait for more of my stories ahead!

Senin, 27 Oktober 2014

Radang Tenggorokan

Perhatian: Ini bukan postingan bersponsor meskipun ada nama merek yang saya sebutkan di dalamnya. Ciao!

Sebagai gadis yang agak rapuh (pret), saya cukup sering terkena penyakit radang tenggorokan. Kalau udara gak enak dan makan gak bener, udah dipastikan saya bakal langsung mengidap penyakit ini.

Gejala awal radang tenggorokan yang saya alami biasanya berupa sakit menelan, suhu tubuh naik (demam), dan diikuti sakit yang teramat sangat dasyat di tenggorokan (lebay). Pengennya minum terus untuk melancarkan tenggorokan yang entah kenapa rasanya seret, panas (kayak panas dalam), dan kalau menelan makanan sakit.

Penyakit ini bisa saya alami di mana-mana. Mulai dari pulau Jawa paling barat sampai pulau Jawa paling timur, saya kalau kena penyakit ya dia lagi, dia lagi! Di Bandung udah beberapa kali kena, terutama kalau pergantian musim dari hujan ke kemarau. Hari terakhir puasa saya kesiksa karena radangnya mulai menyerbu tenggorokan dan bikin bawaan pengen minum terus. Pas buka cepet-cepet banyak minum Adem Sari Chingu. Lumayan aman. Setelah lebaran, pas mau mulai KKN lagi, eh kena lagi. Akhirnya ke dokter deh, dikasih obat, hanya boleh makan yang rebus-kukus tanpa gorengan.

Pas saya lagi liburan ke Yogyakarta setahun lalu, penyakit ini nongol juga. Kesel banget, soalnya baru hari kedua di sana, eh, udah kena penyakit membetekan ini. Jadi gak enak kulineran, kan?! Akibatnya jadi gak nafsu makan dan demam. Minum air banyak-banyak gak bantu juga. Sepertinya karena udara di Yogya yang cenderung panas dan saya tinggalnya di hotel yang jelas ber-AC. Perpaduan udara panas dan kering kayaknya mempercepat penyakit ini hinggap.

Waktu saya lagi kuliah lapangan ke Alas Purwo, eh, penyakit ini nongol lagi. Saya gak nyadar kalau mau kena radang karena cuaca di Jawa Timur kan memang panas sekali. Jadi saya kira cuma efek kepanasan jadi gak enak tenggorokan. Saya juga males makan terus. Dikasih ayam atau daging gak mau, makanan saya seringnya gak habis dan cuma mau makan yang kuah-kuah, buah semangka, atau paling telur. Itu pun telurnya hanya ada yang bumbu pedes. Akibatnya radang saya makin parah. Di malam terakhir saya tepar juga, demam di tenda sampe Lisna (temen sekelompok) manggil temen yang tugas medis dan langsung dikompres sama dia. Demamnya mereda, eh, selama perjalanan pulang radangnya yang menjadi. Sepanjang jalan kenangan saya bersahabat setia dengan larutan penyegar dan adem sari, juga FG Troches (obat tenggorokan hisap, mirip permen POLO). Tapi tetep aja tenggorokan kerasa gak enak. Sampai Bandung saya langsung batuk pilek meskipun besoknya ada acara nikahan kakak saya. Perpaduan radang tenggorokan, pilek, dan kecapekan sukses membuat saya tumbang.

Dipikir-pikir, ini penyakit emang selalu muncul kalau cuaca lagi panas dan kering, kondisi tubuh gak fit, dan pola makan gak karuan. Setelah sakit yang terakhir (habis lebaran) dan saya ke dokter, baru saya tahu, ternyata penyakit ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri. Makanya timbul radang akibat infeksi. Akibatnya? Jelas demam.

Saya tanya ke dokter, karena saya penasaran kok sering banget kena radang kalau udara panas dikit, gimana cara ngehindarin? Kata dokter banyak minum, makan yang bener, kalau udara mulai gak bagus langsung makan FG Troches.

Lah, saya kan selalu makan FG Troches kalau udah kerasa radang, tapi kok gak ngaruh ya? Kata dokternya lagi FG Troches hanya berfungsi untuk pencegahan, kalau udah kena radang dia gak akan berfungsi dan tetap harus ke dokter untuk minta resep antibiotik dan vitamin.

Ooooooh jadi itu sebabnya... Jadiiiiii selama iniiii?! #eaaa

Minggu, 21 September 2014

Sensasi Ujian Ketok

Ujian ketok? Apaan, tuh?

Mahasiswa di jurusan Pendidikan Biologi UPI pasti sudah gak asing dengan yang namanya ujian ketok. Beberapa mata kuliah terutama yang ada kegiatan praktikumnya biasanya menggunakan metode ujian ketok untuk evaluasi.

Ujian ketok adalah metode ujian yang mengharuskan mahasiswa untuk menjawab soal dalam waktu yang ditentukan. Biasanya waktunya 1-1,5 menit untuk setiap soal yang akan ditandai dengan bunyi 'ketokan' untuk setiap segmennya. Yang membuat ujian ini berbeda sensasinya adalah ketokan tadi juga menandai perpindahan mahasiswa dari satu soal ke soal lainnya.

Bingung?

Oke, kita ibaratkan ada 20 meja di dalam satu ruangan. Di setiap meja akan diletakkan satu buah soal yang biasanya lengkap dengan objek atau spesimen yang harus diamati sebagai patokan soal tersebut. Soal harus dijawab dalam waktu yang ditentukan. Nah, kalau bunyi 'ketokan' sudah terdengar (yang mana bisa menimbulkan serangan jantung ringan bagi yang kagetan) tandanya waktu habis dan kita harus pindah ke soal di meja sebelahnya (yang nomornya lebih besar). Kalau kita belum selesai mengerjakan soal? Ya tetep aja harus pindah! Soalnya ada teman lain di sebelah kita yang harus mengerjakan soal nomor itu. Akibatnya, kalau kelamaan mikir justru kita gak akan bisa menyelesaikan soal-soal di ujian ketok dengan baik. Kita dituntut harus konsentrasi, teliti dan berpikir cepat. Syukur-syukur kalau bisa mengingat nomor dan soal yang belum kita jawab, artinya kelebihan waktu di soal berikutnya bisa kita gunakan untuk menjawab soal yang terlewat. Kalau lupa? Yah, relakan saja :)

Ujian ketok selalu membuat kami deg-degan dengan sendirinya. Pasalnya, objek yang menyertai soal bisa menjadi tombak dari pertanyaan yang macam-macam. Syukur-syukur kalau jawabannya bisa ditemukan dari ciri-ciri objek yang terlihat. Seperti misalnya diletakkan sekuntum bunga dan pertanyaannya adalah "Disebut apa jenis perbungaan pada bunga tersebut?". Nah, kita tinggal mengingat aja kan, bentuk perbungaan yang demikian disebut blablabla. Cukup gampang, kan? Kecuali kalau jenis-jenis perbungaannya kita lupa. Nah itu beda cerita.

Sekarang coba bayangkan kalau pertanyaannya adalah hapalan yang kebetulan tidak tercerminkan dari ciri-ciri yang terlihat di objek soal. Diletakkan awetan basah alga yang warnanya mungkin aja udah berubah dari ijo jadi kuning atau coklat karena pengawetan. Kita lupa, alga apaan ini?! Padahal yang ditanya pigmen yang memberikan warna pada si alga. Mampus aja, kan? Inilah yang namanya nasib. Nasib buruk lebih tepatnya. Bye-bye aja sama soal yang seperti itu. Boleh dijawab asal gak malu pas nanti diperiksa dan ternyata jawabannya ngaco berat sampe bikin asprak atau dosen ketawa. Siapa tau aja, kalau nasib lagi mujur, jawabannya bener. Iya kan?

Kenapa sih harus ujian ketok? Gak bisa ya pake metode ujian lain yang lebih normal? Ujian tertulis gitu?

Nah, ini karena ujian ketok dinilai efektif baik dalam waktu maupun persiapan terutama bagi ujian yang memerlukan objek di setiap soalnya. Bayangkan kalau setiap mahasiswa diberikan 30 soal ujian beserta spesimen-spesimennya satu setiap orang. Bisa penuh kali ya, meja ujiannya menampung 30 bunga-bungaan pas ujian Botani Phanerogamae? Belum lagi akan paciweuh bingung spesimen mana untuk soal yang mana, bagian mana yang ditandai untuk menjawab soal a, b, atau, c, dan sebagainya. Atau kalau setiap soal dosen harus mengelilingkan toples berisi makhluk invertebrata hanya untuk pertanyaan "Apa nama species hewan tersebut?" pada 35 mahasiswa di kelasnya. Abis waktu gak puguh, kan?

Dengan ujian ketok, dosen dan asprak bisa menghemat penyediaan objek-objek yang dibutuhkan di spot setiap soal dan hanya menyediakan 1-2 spesimen cadangan untuk objek segar yang mungkin rusak seperti bunga atau buah. Dengan ujian ketok, waktu 60 menit cukup untuk menguji satu kelas dengan 50 soal beranak a-b-c-d sekalipun (paling mahasiswanya yang menderita). Dengan ujian ketok, setiap mahasiswa akan melihat objek secara langsung, kegiatan praktikum juga menjadi berarti karena soal dan pertanyaan pasti pernah dijawab atau minimal gak jauh beda berdasarkan pengamatan langsung saat praktikum. Dengan ujian ketok, soal bisa bervariasi pertanyaannya dan yang pasti bukan hanya menguji hapalan tapi juga kemampuan observasi dan pengaplikasian teori-teori yang terkait.

Gak hanya ujian praktikum, kadang ujian teori juga dibuat dalam versi ujian ketok untuk menghemat kertas soal dan menghemat waktu ujian. Misalnya waktu normal untuk ujian teori tertulis dengan 60 soal pilihan berganda adalah 120 menit. Kalau pake ujian ketok, 60 menit aja cukup karena satu soal harus dijawab satu menit (misalnya) dan mahasiswa pasti beres serentak dalam waktu tersebut.

Selain itu kesempatan nyontek dalam ujian ini dibuat sekecil mungkin. Kalau ujian tertulis, nih, ada yang nyontek paling pengawasnya bilang, "Hey, kamu yang di sana! Jangan nyontek!" atau paling kejam ngambil kertas jawabannya dan membuat mahasiswa bersangkutan menangis tersedu-sedu. Kalau di ujian ketok, ada yang ketauan nyontek maka konsekuensinya adalah 'ketokan' dibunyikan saat itu juga. Artinya? Kalau ada yang nyontek pas waktu baru berjalan 10 detik ya udah, bakal ada ketokan yang memaksa semua mahasiswa berpindah soal. Maaaaan, baca soalnya aja belum, eh udah diketok! Dijamin si pencontek akan ditatap dengan penuh kebencian oleh seisi kelas yang dirugikan karena tindakannya.

Bagi yang belum terbiasa dengan ujian ketok, biasanya akan pontang-panting mengerjakan dengan muka pias, mata terbelalak saat melihat soal karena otak blank saking paniknya, tangan sulit menulis karena gemetaran, tersandung-sandung kursi saat pindah soal, salah arah pas pindah soal (harusnya ke kanan malah ke kiri, bikin tabrakan sama temen sebelahnya), daaaaan berakhir menyerahkan lembar jawaban yang penuh coretan dan tip-ex karena salah ngisi soal. Harusnya ngisi di nomor 7 eh malah ngisi di nomor 1! Akibatnya jawaban berantakan dan tambah panik lagi. Hahaha...

Yah, begitulah ujian ketok. Meskipun terkadang dirasa ribet dan menyusahkan (oleh mahasiswa) karena harus ngisi soal banyak dalam waktu sedikit dan tidak bisa berpikir lama, tapi sebenernya seru dan ngangenin. Bagi yang sudah tingkat atas (ehem) pasti sudah pernah merasakan semua versi dari ujian ketok ini. Dari yang di dalam lab dengan objek langsung, di dalam kelas dengan infokus, sampai di pantai atau hutan saat kuliah lapangan. Dari waktu satu menit untuk setiap soal yang mengakibatkan kepanikan karena waktunya dianggap kurang, sampai dua menit yang berakhir dengan kebengongan geje karena gak tau harus ngisi apa. Dari yang ketokannya berupa palu beneran, penghapus papan tulis yang diketok di meja dan menyebabkan kebul kapur, sampai pantat panci yang dipukul pake serokan buat masak.

Ah, ujian ketok. I'll miss you so much!

P.S.: Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam pendeskripsian tentang ujian ketok ini. Aku hanyalah manusia biasa, Qaqa :3

Sabtu, 30 Agustus 2014

About KKN and its Issue

KKN berakhir dan banyak hal berlalu. Semester tujuh menghampiri dan akhir perkuliahan (insyaAllah) semakin dekat.

HOW IS KKN?

Banyak yang terjadi selama dua bulan skip ketemu sama anak-anak biologi. Terus terang pas mau mulai KKN rasanya males banget. Saat itu lagi sering-seringnya bareng sama anak-anak kelas dan angkatan karena selama empat bulan sebelumnya bareng-bareng ngurusin kulap ekum. Selain itu selama tiga tahun terakhir juga emang hampir gak pernah lebih dari dua minggu gak ketemu anak-anak sekelas karena selalu ikut semester padat pas libur semesteran. Jadi kebayang dong, gimana 'gamang'nya misah sama anak-anak biologi dan berbaur dengan 10 orang lainnya yang latar belakang, asal usul, tindak tanduk, perangai dan kebiasaannya masih wallahualam?

Dari awal KKN gak pernah muluk-muluk ngeharepin dapet temen KKN yang asyik-asyik. Asal cukup bisa diajak kerja sama dalam ngerjain proker, udah cukup. Apalagi lokasi KKN-nya masih di kelurahan tempat tinggal saya (atas request mama). Jadi pemikiran saya: kalau cekcok sama anak-anak KKN, tinggal kabur-kaburan ke rumah aja. Niatnya rada-rada gak bener nih. Hahahaha...

Yang lucu, dulu kan awalnya berat banget rasanya mau pisah sama anak-anak biologi. Eh, pas akhir KKN ternyata lebih berat pisah sama mereka. Kenapa? Seenggaknya pisah 2 bulan dari anak-anak biologi akan berujung pada pertemuan lagi karena masih ada kurang lebih 6 bulan - 1 tahun bareng-bareng kuliah. Apalagi biologinya sendiri kan bakal jadi almamater bersama nantinya. Pasti banyak kesempatan untuk ketemu di masa depan. Tapi setelah pisah sama temen KKN? Apa bakal ada yang jamin bisa ketemuan lagi sama mereka? Istilahnya kan kita dipertemukan hanya untuk memenuhi kewajiban mata kuliah 2 sks itu. Setelah itu? Pasti pada sibuk dengan kegiatan tingkat akhirnya. Gak banyak kesempatan untuk ketemu dan hangout kayak pas masih di posko dulu. Akhirnya malah jadi sedih banget pisah sama kelompok KKN saya :(

Well, semoga kita masih tetap bisa keep in touch setelah ini ya... Terima kasih untuk semua pengalamannya, KKN Cibeureum :)

THE ISSUE AFTER KKN

Beberapa temen saya banyak yang cinlok dengan teman KKN-nya. Termasuk dua temen deket yang punya pacar temen KKN-nya sendiri. Saya gimana kabarnya?

Saya masih sendiri aja, kok :)

Tolong, ya, dibacanya jangan dengan nada ngenes gitu. I'm happy with my condition, kok.

Buat yang suka menghina-hina saya karena selama kuliah gak punya pacar, misalnya, please mind your own business. You don't know my story. Saya menjomblo memang karena ini pilihan hidup saya. Menjalin hubungan itu kan sebuah pilihan dan pilihan saya adalah untuk tidak menjalin hubungan dengan berpacaran. Jadi, jangan sok tahu dengan mengomentari kejombloan saya pasti bikin saya menderita karena sesungguhnya, enggak, kok. Saya happy, 100% happy dengan pilihan saya.

Saya yakin seyakin-yakinnya, setelah ini banyak yang nanya (terutama di kampus), "Temen-temennya udah pada punya pacar. Kamu kapan?"

Well, please don't bother to ask me the question. I don't think I'll answer it properly.

Minggu, 10 Agustus 2014

About Writing

Ehm, kembali dengan kalimat...

UDAH LAMA YA, GAK POSTING DI SINI?

Buahahaha...
Emang ini blog kok kesannya kayak jadi pelampiasan rasa bosan aja ya? Itu pun sewaktu-waktu *puk-puk blog*. 

Pengen ngomongin ah, penyebab saya sedikit banget nulis di blog itu kenapa. Jawabannya tidak lain tidak bukan adalah karena.... *jengjeng* MALES NULIS!

Ih, ya amplop malesnyaaaa. Beneran lho, ini gak bohong *yee kenapa juga musti boong*

Entah kenapa akhir-akhir ini *baca: beberapa tahun ini* ga ada keinginan untuk nulis. Ide mah banyaaaaak banget. Sampe udah rencana dari sebelum kulap ekum, entar pas pulang pengen nulis tentang kulap ekum ah biar bisa jadi referensi buat adik kelas. Siapa tau manfaat. Hehe... Gaya, kan? Tapi oh tapi itu tulisan masih ngendog aja di dokumen laptop. Selesai setengahnya juga belum. Hadeuuuuh....

Jadi rindu masa-masa jadi active writer dulu. Pas jaman itu masih SMA gitu lah. Lagi seneng-senengnya nulis, apalagi di blog yang dulu. Fufufu... itu blog berisi curhatan dengan kealayan membabi buta yang rasanya polos banget hahaha... Dulu nulis mah nulis aja dengan gaya bahasa yang amburadul tapi ceritanya nyampe aja gitu hihihi... Dan postingannya udah lumayan banyak juga. Seminggu bisa beberapa kali ngepost dan sekalinya berhenti itu emang karena niatan pengen hiatus, bukan karena tiba-tiba buntu ide atau males nulis. Pada dasarnya ide itu gak pernah habis, toh kejadian kecil pun bisa jadi bahan tulisan dan kayaknya dulu sih emang gitu. Tapi itu dulu......

Udah gitu saya sering juga bikin fanfic. Fanfic-fanfic saya tokohnya pake idol-idol Korea macem SNSD sama Suju gitulah hahaha... Abis dulu kan masih ngefans banget sama Suju *Kyaaa Oppa Oppaaaaa* *ya sekarang juga sih, sama SNSD masih Suju enggak untungnya* Tapi itu fanfic lumayan juga ceritanya *muji diri sendiri*. Ada kok yang baca, malah dulu suka dapet komen sampe 50 lebih. Itu udah merupakan penghargaan banget buat saya haha secara penulis amatir, jadi ada pembaca yang ngakuin fanfic buatan saya bagus aja udah sueneng buanget :D Seminggu bisa posting 2 fanfic berupa oneshoot atau satu part serial gitu. Tapi itu dulu...... 

Dan lagi nulis fanfic yang diposting di internet itu ya amplooop ada aja ujiannya. Pertama pembaca yang gak komen. Muahaha alay banget ya nulis di blog pribadi gak dikomen aja gak apa-apa, giliran fanfic ya harus ada dong. Alibinya biar bisa ningkatin kualitas fanfic dengan komentar membangun padahal ya emang pengen aja dihargai oleh para pembaca yang budiman hehehe :D
Yang kedua adalah banyaknya orang yang copy-cat tulisan seenak udel. Ampun deh. Itu biasanya para ababil yang punya fanpage di FB dan seenaknya ngambil fanfic orang buat dipost. Dipostnya pun di status gitu, bukan di note. Jadinya kan gak ke-track kalau kita nyari di note karena dia emang nulis di status yang bisa ketimbun-timbun sama status baru. Ketauannya gimana dong? Ya pake google. Saya iseng aja masukin satu kalimat dari ff saya dan taraaaaaa muncul beberapa link ke FB padahal saya gak pernah post fanfic di FB. Bener aja deh banyak fanpage yang masukin fanfic saya tanpa nyantumin credit. Elah.... Setelah beberapa kali marahin para admin fanpage itu *yang berakhir dengan penyangkalan atau alasan berupa gak-tahu-siapa-yang-ngepos-fanficnya-mungkin-admin-lain-pret-ah* akhirnya saya resmi hiatus dari dunia perfanfican. Kreativitas ditiru dan dicuri itu periiiih jenderal. Tapi yang jadi bumerang adalah begitu saya hiatus dari dunia fanfic yaaa keaktifan saya menulis di dunia lain juga ikut berkurang huhuhu...

Kebiasaan nulis ini emang mulai meluntur setelah masuk kuliah. Entah karena perhatian tercurah pada tugas *pret* atau emang makin tua ide itu kayak makin susah keluar ya? Padahal fasilitas udah enak banget buat nulis. Laptop ada, internet juga ada. Tapi malesnya melebihi dulu pas masih blogging pake komputer konde dengan modem lelet atau pas pake laptop tapi internetannya fakir wifi di sekolah atau tempat les. Emang yang namanya kreativitas dan kemauan gak akan bisa dibeli sekalipun pake fasilitas sebagus apapun *terharu*.

Mungkin bener juga sok tau-sok tauan saya tentang menulis selama ini. Menurut saya ada beberapa halyang bikin aktivitas menulis saya jadi mampet. Ini sih berlaku buat saya aja yaa, gak menutup kemungkinan ada yang pengalaman menulisnya sama atau beda sama saya.

Pertama, nulis yang terlalu dipikirin dan direncanain. Kalau lagi punya ide nulis mendingan cepet-cepet ditulis aja deh, jangan banyak dipikirin ini ntarnya mau gimana atau isinya apa aja. Pokoknya harus spontan nulis dengan cepat, idenya keluarin aja semua. Gak boleh ditunda, karena biasanya pas ada ide ada passion juga jadi sebelum keduanya luntur cepet dituangin. Saya kalau nulis kayak gitu bisa lebih bagus hasilnya. Ntar belakangan baru dibaca lagi, terus diedit seperlunya. Kalau saya nulis kebanyakan mikir dan bikin konsepan dulu biasanya malah gak jadi hahahaha...

Udah gitu yang kedua pamalinya adalah ngasih tau orang lagi nulis apa. Misalnya kayak dulu, saya suka cerita ke temen yang sama-sama suka nulis fanfic, eh eh aku mau nulis cerita tentang ini lho dan gak lama di tengah-tengah penulisan itu fanfic mentok. Mentok di ide dan kemauan. Entah ya sugesti atau enggak tapi yang pasti sering banget kejadian kayak gini. Terus kalau cerita dibaca orang sebelum beres ditulis juga biasanya gak selesai. Aneh emang.

Nah yang ketiga, tulisan yang ditulis terus gak selesai dan didiemin lamaaaaaa banget. Ini bisa jadi dua nih, pas dibaca lagi jadi bikin tertarik untuk ngelanjutin dan berhasil dilanjutin atau tertarik untuk ngelanjutin dan berakhir ngenes karena lupa, ide awalnya apaan ya? Ahahaha dudul emang...

Anyway, saya sih berdoa semoga ide, kemauan, dan keinginan saya untuk menulis segera balik lagi. Belakangan nyoba-nyoba nulis fanfic lagi tapi hhhh.... *menghela napas ceritanya* ya sudahlah, biar waktu yang menjawab kapan saya bisa kembali aktif seperti dulu. Semoga dimudahkan oleh Allah untuk meneruskan hobi saya yang satu itu. Aamiin...

Rabu, 07 Mei 2014

D-17 General Ecology Field Trip to Alas Purwo National Park

Gak kerasa aja, semester 6 udah hampir beres. Segala keripuhan di semester ini kayaknya ketutup sama fakta bahwa kuliah lapangan ekum tinggal 17 hari lagi. Padahal masih ada laporan, revisi makalah, proposal skripsi, dan tugas-tugas lain yang menanti. Tapi dengan jujur saya katakan bahwa... ekum sangat menguras perhatian, emosi, dan finansial.

Selamat datang akhir semester 6. Semoga Allah memudahkan. Aamiin.