Halaman

Minggu, 21 September 2014

Sensasi Ujian Ketok

Ujian ketok? Apaan, tuh?

Mahasiswa di jurusan Pendidikan Biologi UPI pasti sudah gak asing dengan yang namanya ujian ketok. Beberapa mata kuliah terutama yang ada kegiatan praktikumnya biasanya menggunakan metode ujian ketok untuk evaluasi.

Ujian ketok adalah metode ujian yang mengharuskan mahasiswa untuk menjawab soal dalam waktu yang ditentukan. Biasanya waktunya 1-1,5 menit untuk setiap soal yang akan ditandai dengan bunyi 'ketokan' untuk setiap segmennya. Yang membuat ujian ini berbeda sensasinya adalah ketokan tadi juga menandai perpindahan mahasiswa dari satu soal ke soal lainnya.

Bingung?

Oke, kita ibaratkan ada 20 meja di dalam satu ruangan. Di setiap meja akan diletakkan satu buah soal yang biasanya lengkap dengan objek atau spesimen yang harus diamati sebagai patokan soal tersebut. Soal harus dijawab dalam waktu yang ditentukan. Nah, kalau bunyi 'ketokan' sudah terdengar (yang mana bisa menimbulkan serangan jantung ringan bagi yang kagetan) tandanya waktu habis dan kita harus pindah ke soal di meja sebelahnya (yang nomornya lebih besar). Kalau kita belum selesai mengerjakan soal? Ya tetep aja harus pindah! Soalnya ada teman lain di sebelah kita yang harus mengerjakan soal nomor itu. Akibatnya, kalau kelamaan mikir justru kita gak akan bisa menyelesaikan soal-soal di ujian ketok dengan baik. Kita dituntut harus konsentrasi, teliti dan berpikir cepat. Syukur-syukur kalau bisa mengingat nomor dan soal yang belum kita jawab, artinya kelebihan waktu di soal berikutnya bisa kita gunakan untuk menjawab soal yang terlewat. Kalau lupa? Yah, relakan saja :)

Ujian ketok selalu membuat kami deg-degan dengan sendirinya. Pasalnya, objek yang menyertai soal bisa menjadi tombak dari pertanyaan yang macam-macam. Syukur-syukur kalau jawabannya bisa ditemukan dari ciri-ciri objek yang terlihat. Seperti misalnya diletakkan sekuntum bunga dan pertanyaannya adalah "Disebut apa jenis perbungaan pada bunga tersebut?". Nah, kita tinggal mengingat aja kan, bentuk perbungaan yang demikian disebut blablabla. Cukup gampang, kan? Kecuali kalau jenis-jenis perbungaannya kita lupa. Nah itu beda cerita.

Sekarang coba bayangkan kalau pertanyaannya adalah hapalan yang kebetulan tidak tercerminkan dari ciri-ciri yang terlihat di objek soal. Diletakkan awetan basah alga yang warnanya mungkin aja udah berubah dari ijo jadi kuning atau coklat karena pengawetan. Kita lupa, alga apaan ini?! Padahal yang ditanya pigmen yang memberikan warna pada si alga. Mampus aja, kan? Inilah yang namanya nasib. Nasib buruk lebih tepatnya. Bye-bye aja sama soal yang seperti itu. Boleh dijawab asal gak malu pas nanti diperiksa dan ternyata jawabannya ngaco berat sampe bikin asprak atau dosen ketawa. Siapa tau aja, kalau nasib lagi mujur, jawabannya bener. Iya kan?

Kenapa sih harus ujian ketok? Gak bisa ya pake metode ujian lain yang lebih normal? Ujian tertulis gitu?

Nah, ini karena ujian ketok dinilai efektif baik dalam waktu maupun persiapan terutama bagi ujian yang memerlukan objek di setiap soalnya. Bayangkan kalau setiap mahasiswa diberikan 30 soal ujian beserta spesimen-spesimennya satu setiap orang. Bisa penuh kali ya, meja ujiannya menampung 30 bunga-bungaan pas ujian Botani Phanerogamae? Belum lagi akan paciweuh bingung spesimen mana untuk soal yang mana, bagian mana yang ditandai untuk menjawab soal a, b, atau, c, dan sebagainya. Atau kalau setiap soal dosen harus mengelilingkan toples berisi makhluk invertebrata hanya untuk pertanyaan "Apa nama species hewan tersebut?" pada 35 mahasiswa di kelasnya. Abis waktu gak puguh, kan?

Dengan ujian ketok, dosen dan asprak bisa menghemat penyediaan objek-objek yang dibutuhkan di spot setiap soal dan hanya menyediakan 1-2 spesimen cadangan untuk objek segar yang mungkin rusak seperti bunga atau buah. Dengan ujian ketok, waktu 60 menit cukup untuk menguji satu kelas dengan 50 soal beranak a-b-c-d sekalipun (paling mahasiswanya yang menderita). Dengan ujian ketok, setiap mahasiswa akan melihat objek secara langsung, kegiatan praktikum juga menjadi berarti karena soal dan pertanyaan pasti pernah dijawab atau minimal gak jauh beda berdasarkan pengamatan langsung saat praktikum. Dengan ujian ketok, soal bisa bervariasi pertanyaannya dan yang pasti bukan hanya menguji hapalan tapi juga kemampuan observasi dan pengaplikasian teori-teori yang terkait.

Gak hanya ujian praktikum, kadang ujian teori juga dibuat dalam versi ujian ketok untuk menghemat kertas soal dan menghemat waktu ujian. Misalnya waktu normal untuk ujian teori tertulis dengan 60 soal pilihan berganda adalah 120 menit. Kalau pake ujian ketok, 60 menit aja cukup karena satu soal harus dijawab satu menit (misalnya) dan mahasiswa pasti beres serentak dalam waktu tersebut.

Selain itu kesempatan nyontek dalam ujian ini dibuat sekecil mungkin. Kalau ujian tertulis, nih, ada yang nyontek paling pengawasnya bilang, "Hey, kamu yang di sana! Jangan nyontek!" atau paling kejam ngambil kertas jawabannya dan membuat mahasiswa bersangkutan menangis tersedu-sedu. Kalau di ujian ketok, ada yang ketauan nyontek maka konsekuensinya adalah 'ketokan' dibunyikan saat itu juga. Artinya? Kalau ada yang nyontek pas waktu baru berjalan 10 detik ya udah, bakal ada ketokan yang memaksa semua mahasiswa berpindah soal. Maaaaan, baca soalnya aja belum, eh udah diketok! Dijamin si pencontek akan ditatap dengan penuh kebencian oleh seisi kelas yang dirugikan karena tindakannya.

Bagi yang belum terbiasa dengan ujian ketok, biasanya akan pontang-panting mengerjakan dengan muka pias, mata terbelalak saat melihat soal karena otak blank saking paniknya, tangan sulit menulis karena gemetaran, tersandung-sandung kursi saat pindah soal, salah arah pas pindah soal (harusnya ke kanan malah ke kiri, bikin tabrakan sama temen sebelahnya), daaaaan berakhir menyerahkan lembar jawaban yang penuh coretan dan tip-ex karena salah ngisi soal. Harusnya ngisi di nomor 7 eh malah ngisi di nomor 1! Akibatnya jawaban berantakan dan tambah panik lagi. Hahaha...

Yah, begitulah ujian ketok. Meskipun terkadang dirasa ribet dan menyusahkan (oleh mahasiswa) karena harus ngisi soal banyak dalam waktu sedikit dan tidak bisa berpikir lama, tapi sebenernya seru dan ngangenin. Bagi yang sudah tingkat atas (ehem) pasti sudah pernah merasakan semua versi dari ujian ketok ini. Dari yang di dalam lab dengan objek langsung, di dalam kelas dengan infokus, sampai di pantai atau hutan saat kuliah lapangan. Dari waktu satu menit untuk setiap soal yang mengakibatkan kepanikan karena waktunya dianggap kurang, sampai dua menit yang berakhir dengan kebengongan geje karena gak tau harus ngisi apa. Dari yang ketokannya berupa palu beneran, penghapus papan tulis yang diketok di meja dan menyebabkan kebul kapur, sampai pantat panci yang dipukul pake serokan buat masak.

Ah, ujian ketok. I'll miss you so much!

P.S.: Mohon maaf kalau ada kesalahan dalam pendeskripsian tentang ujian ketok ini. Aku hanyalah manusia biasa, Qaqa :3