Halaman

Selasa, 12 Januari 2021

Pandemi oh Pandemi

Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Ublog (UNPAR BLOG) yang diadakan oleh Universitas Katolik Parahyanga (www.unpar.ac.id) dalam rangkaian Lomba Dies Natalis Unpar ke-66.


Siapa ya yang nyangka tahun 2020 akan jadi tahun yang gak terlupakan oleh kita semua?


Berawal dari wabah virus nun jauh di belahan China sana sejak bulan Desember 2019, eh ternyata tiga bulan kemudian, tepatnya di bulan Maret 2020, kita juga dihampiri sama virus ini. Gak pernah terbayang oleh saya, kita akan mengalami yang namanya pandemi dari penyakit COVID-19 yang disebabkan oleh virus Sars-CoV-2 atau yang kita kenal dengan nama virus Corona.

Banyak dari kita yang mendapat "kejutan" yang nano-nano rasanya selama pandemi berlangsung (termasuk rencana pernikahan saya yang mengalami perubahan lumayan drastis). Namun yang paling membuat saya sedih adalah, banyak sekali pukulan di segmen ekonomi pada berbagai lapisan. Mulai dari menurunnya penghasilan penjual karena sepi pelanggan, dipotongnya gaji/tunjangan bagi karyawan, hilangnya pekerjaan akibat PHK karena perusahaan tidak sanggup lagi menyokong pegawainya, sampai ditutupnya berbagai gerai dan toko di pusat perbelanjaan karena profit yang tidak dapat menutup biaya operasional.

Baru kali ini saya melihat bahwa betul, manusia memang tidak pernah ada dalam posisi aman. Sebanyak apapun hartanya, setinggi apapun jabatannya, bisa saja "goyah" dalam menghadapi ketidakstabilan sembilan bulan belakangan ini. Mulai dari pelaku usaha kecil sampai pemilik bisnis besar, semua terkena dampak pandemi. Mereka yang diharap bisa membantu, ternyata tidak jarang juga sedang terengah-engah membantu dirinya sendiri. Lalu kepada siapa kita berharap pertolongan selain Tuhan (karena kalau mengharap ke pemerintah, haduuh... bukan skeptis, tapi bansos saja dikorupsi toh)?

Terlepas dari berbagai emosi yang menghampiri di kala pandemi, lama kelamaan kita berdamai juga dengan keadaan. Berdamai itu bukan artinya pasrah lho ya, tapi lebih kepada mencari cara supaya tetap waras dan bertahan. Banyak hal yang berubah dan memaksa kita untuk beradaptasi. Mulai dari perubahan kebiasaan, aktivitas, hingga mengolah anggaran belanja. Kita juga mulai sering melihat teman-teman (bahkan mungkin kita sendiri), memulai usaha kecil sebagai ikhtiar untuk menunjang hidup. Saya sendiri dan suami juga memulai dua usaha baru (foto produk dan menjual makanan). Semua ini saya rasa kita lakukan karena kita ingin bertahan.

Saat ini jugalah saya akhirnya bisa melihat bahwa manusia benar-benar makhluk sosial yang butuh sesamanya. Bukan hanya soal hidup bersama, tapi menyokong hidup sesama juga menjadi kebutuhan kita. Betapa baiknya Tuhan memberi kita kreativitas dalam berbagai hal, termasuk dalam mencari cara untuk menolong sesama. Kalau waktu kecil saya sebatas paham bahwa orang yang berkecukupan sepatutnya membantu orang yang berkekurangan, saat dewasa saya baru mengerti bahwa definisi cukup dan kurang punya arti yang luas dalam kalimat tersebut.

Berkecukupan tidak selalu berarti kaya harta, namun bisa berarti kaya simpati dan empati. Hanya mereka yang punya keinginan untuk meringankan beban saudaranya yang akan 'dicukupkan' oleh Tuhan. Terlepas dari ada tidaknya kekayaan di kantung mereka, niat membantu selalu akan memberi jalan untuk mereka. Begitu pun kata kurang, bukan berarti kurang kaya harta melainkan kurang simpati dan empati yang mungkin membuat mereka memilih tidak peduli. Di sinilah solidaritas kita akan terlihat.

Namun demikian, manusia memang berhak memilih mau seperti apa hidupnya. Saya tidak akan menghakimi siapapun, karena toh saya juga gak tahu cerita di balik hidup mereka. Yang saya bisa lakukan di sini hanya mengajak siapapun yang baca untuk sama-sama membangun solidaritas untuk membantu sesama. Bentuknya seperti apa? Wah, ada sejuta cara untuk membantu sesama. Beberapa di bawah ini adalah yang sudah saya lihat kita lakukan bersama-sama selama pandemi.

1. Donasi Bersama.

Di awal pandemi saya ingat beberapa influencer mengajak untuk berdonasi, salah satunya Rachel Vennya yang membuka donasi untuk penyediaan APD bagi tenaga kesehatan. Saya sangat mengapresiasi ifluencer yang punya good influence seperti ini. Apalagi channel donasinya memungkinkan siapa saja untuk berdonasi mulai dari nominal kecil seperti Rp. 10.000,-. Ini bukti bahwa kita tidak perlu kaya harta untuk berderma.

Sumber gambar: kompas.com

2. Traktir Driver Ojol dengan Makanan/Sembako.

Saat aturan PSBB mulai melarang ojol untuk mengangkut penumpang, saya yakin pendapatan driver langsung turun drastis. Mereka harus mengandalkan pesanan antar makanan atau kirim barang. Saat itulah beberapa influencer juga mengajak followersnya untuk melakukan beberapa hal seperti membelikan makanan lewat gofood (order gofood tapi makanannya untuk driver) atau membelikan sembako lewat goShop.

Buat saya ini heartwarming sekali. Banyak yang cerita kalau drivernya berulang kali mengucap syukur dan terima kasih, karena mungkin belum makan atau jadi bisa membawakan makanan untuk keluarganya di rumah. Buat kita itu mungkin uang yang tidak seberapa, tapi buat orang lain bisa jadi itu penyambung hidup mereka. It means a lot to them.

3. Tetap Berbelanja.

Yup, betul! Buat yang punya hasrat belanja yang sering menggelora, ternyata kalian punya andil dalam turut membantu sesama. Saya pernah baca kalau kunci stabilitas ekonomi sederhananya adalah perputaran roda ekonomi. Artinya uang berputar setiap hari antara penjual dan pembeli di seluruh lapisan masyarakat. Menurut Ligwina Hananto (Founder QM Financial), ini akan menghindari negara kita dari resesi berkepanjangan. Tentu dengan catatan ya, bahwa kondisi finansial kita aman dan gak membuat kita bangkrut.

Belanja di warung kecil sebelah rumah atau di minimarket/supermarket besar, menurut saya sama baiknya. Di warung kecil kita bantu pelaku UMKM, di minimarket/supermarket kita bantu semua karyawan yang ada di sana untuk tetap punya pekerjaan. Begitu juga dengan beli makanan di kios kecil atau restoran. Semuanya sama-sama punya andil membantu.

4. Beli Dagangan Teman.

Sedikitnya sebulan sekali atau dua kali, boleh lho kita beli dagangan punya teman kita (apalagi kalau ternyata barangnya bermanfaat atau dibutuhkan). A simple act like this help them to survive.

5. Memutus Rantai Penyebaran COVID-19 dengan Mematuhi Protokol Kesehatan.

Siapa yang bilang kalau membantu dan menunjukan solidaritas kepada sesama itu harus selalu berbentuk uang? Salah dong. Karena dengan menjaga diri dan orang lain lewat perilaku kita yang patuh protokol COVID-19, buat saya sudah termasuk membantu orang-orang.

Inget gak di awal pandemi kita sama-sama mengamini bahwa cara terbaik melewati semuanya adalah terus menjaga kurva infeksi tetap rata, tidak melonjak naik. Supaya kita bisa sama-sama selamat melalui sampai akhir.

Sumber: Youtube simpleshow

Namun seiring berjalannya waktu, kita lupa. Kita lalai. Makin banyak dari kita yang malas memakai masker, berkumpul-kumpul dengan teman, dan tidak melakukan social distancing. Padahal menurut saya ini cara tergampang kita untuk membantu. Membantu siapa? Mereka yang rawan dan beresiko tinggi terhadap komplikasi penyakit dan kematian jila terkena COVID-19, mereka yang butuh perawatan medis rutin seperti kemoterapi dan cuci darah setiap minggu/bulannya di faskes yang rawan penuh, dan para tenaga kesehatan yang waktu dan tenaganya terbatas untuk membantu kita jika kita sakit.

Satu tindakan yang gampang sekaligus sulit ya untuk kita lakukan?

***

Kurang lebih itu sih yang bisa kita lakukan. Menurut saya cara-cara di atas ini cenderung sederhana dan mudah untuk kita lakukan, gak perlu uang berjuta-juta untuk diwujudkan, asal kita punya kemauan untuk membantu sesama. Asal kita punya hati yang "cukup". Cukup peduli sama orang lain dan gak lalai sama kewajiban kita untuk sesama. Pertanyaannya hanya satu, apakah kita mau?

Semoga kita selalu diberi Tuhan hati yang lapang untuk memberi ya, teman-teman. Thank you for reading all this, stay happy and healthy!


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Ublog (UNPAR BLOG) yang diadakan oleh Universitas Katolik Parahyangan (www.unpar.ac.id)  dalam rangkaian Lomba Dies Natalis Unpar ke-66.

#unpar #diesunpar66 #ublog #blog

Tidak ada komentar:

Posting Komentar